Kebijakan yang perlu diterapkan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan
Hasil gambar untuk pertumbuhan ekonomi adalah
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional.
SEKTOR KEUANGAN, REAL ESTAT DAN JASA PERUSAHAAN
            Pada rilis PDB Indonesia kemarin (5/2), salah satu sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan. Sektor ini mencatat pertumbuhan 7.56% di tahun 2013, cukup jauh diatas sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan ini menandai meningkatnya peran sektor tersebut dalam perekonomian Indonesia saat ini. Sektor Properti Indonesia
            Pada Oktober 2013, New York Times telah membahas mengenai kebangkitan real estate di Indonesia. Harga sewa real estate grade B telah meningkat dua kali lipat dalam tiga tahun terakhir, dan untuk grade A bahkan sudah hampir tiga kali lipatnya. Pembangunan gedung dan perumahan baru, khususnya perumahan kelas menengah keatas, juga terus meluas seiring pertumbuhan pesat golongan ekonomi menengah.
            Perkembangan real estate ini cukup impresif, mengingat banyaknya isu dan pro-kontra di sektor ini. Pertama adalah regulasi Bank Indonesia. Sejak krisis 97/98, Bank Indonesia telah menetapkan aturan yang tergolong ketat di bidang kredit perumahan. Ini diperkuat lagi oleh kebijakan Loan to Value (LTV) yang dirilis September 2013 lalu. Kebijakan tersebut melarang kredit pada uang muka dan membatasi kredit yang bisa diberikan untuk rumah kedua. Regulasi tersebut membuat penyaluran kredit rumah melambat di kuartal keempat tahun 2013.
            Isu kedua di real estate adalah dilema perumahan versus tanah pertanian dan pelestarian lingkungan. Seiring dengan pertumbuhan real estate, oposisi pun makin vokal menyerukan pengetatan pemberian ijin pembangunan bangunan baru. Gubernur Jakarta, Joko Widodo, bahkan telah membatasi pemberian izin pembangunan gedung tinggi dan pusat perbelanjaan.
            Dengan beraneka isu tersebut, sektor properti Indonesia tahun 2014 kemungkinan akan mengalami pertumbuhan yang beragam. Real estate di pulau Jawa nampaknya telah mengalami kejenuhan di sisi suplai. Namun demikian, perkembangan golongan ekonomi menengah akan mendorong demand di sektor ini, khususnya untuk apartemen. Sedangkan di luar Jawa, kebutuhan perumahan masih jauh dari terpenuhi, dan ini merupakan kesempatan bagi para pengembang. 
            Dari bidang Keuangan, salah satu kontributor utama tak terelakkan lagi adalah Perbankan Syariah. Apabila dibandingkan dengan Bank Umum non-syariah, pertumbuhan Bank Syariah tercatat lebih pesat, namun pangsa pasarnya masih rendah. Hingga 2013, pangsa pasar Bank Syariah di Indonesia hanya 4,88% dari total pasar perbankan. Angka ini merefleksikan penetrasi pasar yang melambat, mengingat pangsa pasar di tahun 2012 adalah 4,58%, dan di tahun 2011 sebesar 3,98%. 
            Mengingat Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas Muslim, situasi ini cukup memprihatinkan. Perbankan syariah telah eksis di Indonesia sejak 1993; ini berarti pangsa pasar bertahan dibawah 5% selama hampir dua dekade. Ada dua isu utama yang masih menghambat penetrasi pasar Bank Syariah hingga kini. Pertama adalah karena faktor religiusitas masih menjadi faktor utama masyarakat menggunakan jasa perbankan syariah, sedangkan edukasi tentang produk dan keunikan perbankan syariah itu sendiri masih sangat kurang. Kedua, modal perbankan syariah masih terbatas, dan ini menjadi hambatan utama bagi bank syariah yang ingin melakukan ekspansi ataupun memperbanyak jaringan kantor. 
            Terlepas dari berbagai masalah tersebut, pemerintah terus optimis bahwa Perbankan Syariah di Indonesia akan terus berkembang pesat. Bank Indonesia (BI) mengharapkan pangsa pasar akan mencapai 5,25-6,25% pada akhir tahun 2014. Bulan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga telah mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah (Gres!) dalam rangka penguatan ekonomi domestik dan mendorong akselerasi pertumbuhan lembaga keuangan syariah, termasuk Perbankan Syariah.
Kebijakan untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Global
            Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan seimbang, negara-negara yang tergabung dalam G20 perlu menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan permintaan eksternal bagi negara-negara yang mengalami defisit ekonomi dan meningkatkan permintaan internal bagi negara-negara yang mengalami surplus ekonomi. Harmonisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mencapai tiga sasaran sebagai berikut:
v  Mengembalikan potensi nilai output ke level sebelum krisis
            Kebijakan moneter berperan penting dalam menstimulasi permintaan di negara-negara maju. Dengan melakukan pelonggaran moneter (monetary easing), Bank Sentral Eropa (European Central Bank) berusaha untuk mencapai target inflasi yang telah ditetapkan serta memperbaiki neraca keuangan perbankan. Di samping kebijakan moneter, kebijakan fiskal juga berperan signifikan untuk mendorong laju permintaan melalui konsolidasi fiskal, yaitu keseimbangan antara pemotongan anggaran dan penerimaan pajak. Bagi negara berkembang, kebijakan makroekonomi yang kuat sangat diperlukan untuk mengatasi turbulensi yang mungkin terjadi.
v  Mengembalikan keseimbangan pertumbuhan ekonomi
            Konsolidasi fiskal (jumlah penerimaan pajak dan pengeluaran pemerintah) merupakan pekerjaan jangka menengah yang juga harus mendukung tujuan jangka panjang yaitu dengan meningkatkan investasi atas infrastruktur yang pada akhirnya dapat menstimulasi permintaan.
v  Meningkatkan potensi ekonomi
            Negara-negara anggota G20 menunjukkan kinerja ekonomi yang berbeda. Hal ini menunjukkan tingkat efektivitas penerapan kebijakan yang diambil. Untuk meningkatkan potensi pertumbuhan ekonomi, perlu dilakukan penyesuaian terhadap struktur penetapan kebijakan. Adanya gap antara capaian kebijakan yang saat ini diambil dengan potensi yang belum tergali dapat dikurangi dengan penerapan kebijakan yang efektif berkaca pada praktek terbaik (best practices) dari negara-negara yang terlebih dahulu berhasil menerapkannya.
Prioritas Kebijakan
Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan dan berimbang, maka negara-negara anggota G20 perlu membuat prioritas kebijakan sebagai berikut:
Ø Menciptakan lapangan kerja dan mengurangi hambatan-hambatan dalam partisipasi angkatan kerja dengan cara:
1.     Mengurangi pengangguran jangka panjang dengan mengimplementasikan pendekatan kewajiban yang saling menguntungkan (mutual obligations approach), penerapan program pasar tenaga kerja yang aktif (Active Labour Market Programmes-ALMP), dan membatasi jumlah pensiun dini.
2.     Menciptakan lapangan kerja dengan mengurangi biaya-biaya non gaji, seperti dana pensiun, asuransi kesehatan, dan lain-lain.
3.     Mengurangi hambatan-hambatan terkait partisipasi pekerja perempuan, kaum muda, dan low-skilled workers.
4.     Meningkatkan keterampilan pekerja melalui pelatihan dan akses ke institusi pendidikan.
5.     Menghilangkan hambatan-hambatan dalam partisipasi ke lapangan kerja formal.
Ø Meningkatkan pembiayaan investasi jangka panjang dan efisiensi modal dengan:
1.    Mendorong pembiayaan swasta atas investasi jangka panjang dengan mengurangi hambatan dari sisi regulasi.
2.    Menghilangkan hambatan untuk masuknya penanaman modal asing.
3.    Meningkatkan investasi publik melalui kerja sama pemerintah dan swasta (Public-Private Partnerships – PPPs).
Ø Mengurangi hambatan perdagangan dan pengembangan rantai nilai
1.    Memperbaiki komitmen G20 terhadap kebijakan perdagangan protectionists.
2.    Mengurangi hambatan perdagangan di sektor industri dan pertanian.
3.    Liberalisasi sektor jasa.
4.    Mengurangi hambatan investasi lintas batas wilayah.
Ø Meningkatkan kompetisi guna mendukung produktivitas dan inovasi dengan:
1.    Regulasi yang mempermudah terciptanya pasar kompetitif.
2.    Mengembangkan desain dan kerjasama regulasi untuk mengurangi biaya pembentukan pasar baru.
3.    Memperkuat aturan hukum mengenai kompetisi.
4.    Menciptakan iklim bisnis yang sehat.

Tantangan Ke Depan
            Kesenjangan kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi antar negara anggota G20 sangat bervariasi dan menimbulkan tantangan dalam mewujudkan tujuan tersebut. Masing-masing negara memiliki kelebihan di satu area namun memiliki kekurangan di area lain. Misalnya, beberapa negara memiliki kinerja buruh yang baik namun produktivitasnya kurang baik, dan sebaliknya. Tantangan bagi negara-negara berkembang adalah mendorong potensi-potensi yang ada untuk mengejar kesenjangan produktivitas dengan negara maju dan memastikan kecukupan dan efisiensi investasi infrastruktur.
            Dalam kerangka kerjasama internasional, koordinasi kebijakan dan collective action diperlukan untuk meningkatkan output dan menurunkan resiko global melalui pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan berimbang. Penguatan dan kerjasama yang kooperatif antar negara akan menciptakan pertumbuhan dalam jangka menengah yang lebih stabil dan tahan terhadap goncangan krisis yang mungkin terjadi lagi. Simulasi yang dilakukan IMF menunjukkan bahwa reformasi kebijakan pasar barang dan tenaga kerja, serta kebijakan rebalancing di negara-negara surplus-defisit utama, akan menaikkan GDP global sebesar 2,25 triliun dolar pada tahun 2018 (IMF, 2014). Indonesia dapat memainkan peranan aktif dengan serangkain kebijakan-kebijakan fiskal dan moneter yang harmonis dengan prioritas kebijakan G20 tanpa mengesampingkan kepentingan ekonomi nasional. Misalnya, dalam bidang investasi pemerintah memberikan kebijakan insentif fiskal untuk kegiatan di bidang usaha tertentu dan yang berada di daerah tertentu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 dan memberikan fasilitas bebas PPnBM untuk mobil Low Cost Green Car (LCGC) melalui Peraturan Pemerintah No. 41/2013.
            Dalam upaya mendorong penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan karyawan, pemerintah memberikan beragam fasilitas perpajakan seperti insentif pajak untuk bidang usaha padat karya, dan peningkatan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Di samping itu, untuk usaha kecil dan menengah dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 Milyar diterapkan PPh sebesar 1% dari omset penjualan. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah untuk mendorong para pengusaha sektor informal beralih ke sektor formal sehingga memiliki akses yang lebih mudah dalam bidang investasi dan layanan jasa keuangan dan perbankan. Walhasil, kredibilitas negara Indonesia di mata internasional akan semakin meningkat melalui kontribusi ekonomi yang diberikan baik secara domestik maupun global.     

Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_ekonomi  (diakses pada tanggal 25/07/2019 pukul 12:31)
  (diakses pada tanggal 25/07/2019 pukul 12:36)


Komentar